Jumat, 02 Mei 2014

ASKEP TRAUMA PADA BAYI BARU LAHIR



TRAUMA PADA BAYI BARU LAHIR

I.     Konsep Medis
A.    Defenisi
Trauma lahir adalah trauma pada bayi yang diterima dalam atau karena proses kelahiran.
Istilah jejas lahir atau trauma kepala digunakan untuk menunjukkan trauma mekanik yang dapat dihindari dan tidak dapat dihindari, serta trauma anoksik yang dialami bayi selama kelahiran dan persalinan.Jejas ini dapat merupakan akibat dari keterampilan atau perhatian medis yang tidak tepat atau kurang, atau jejas dapat terjadi walaupun terdapat keterampilan dan kemampuan melakukan obstetric, tidak berganting pada suatu tindakan atau kelalaian.(Nelson, 2000).
Insiden jejas lahir diperkirakan 2-7/1.000 kelahiran hidup.Faktor-faktor predisposisinya meliputi makrosomia, prematuritas, disproporsi kepala terhadap panggul, distosia, kelahiran yang lama dan presentasi bokong.Secara keseluruhan, 5-8/100.000 bayi meninggal karena trauma lahir, dan 25/100.000 meninggal karena jejas anoksik; jejas demikian mewakili 2-3% kematian bayi.(Nelson, 2000).
Trauma kepala dan kulit kepala dapat terjadi selama proses persalinan yang biasanya ringan namun kadang-kadang bisa mengakibatkan cedera yang lebih serius, seperti perdarahan intrakranial dan hematoma subdural. Tiga jenis cedera perdarahan ekstrakranial yang paling sering adalah kaput suksedaneum, perdarahan subgaleal, dan sefalhematoma. (Wong, 2009)
B.     Jenis-Jenis Trauma Kepala
1.      Kaput suksedaneum
Lesi kulit yang paling sering ditemukan adalah kaput suksedaneum, suatu daerah jaringan edema dengan batas tidak jelas yang terletak di daerah  kulit kepala yang merupakan bagian terbawah pada kelahiran puncak kepala. (Wong, 2009)
Caput suksedaneum adalah pembengkakan difus jaringan lunak kepala yang dapat melampaui sutura garis tengah.Kelainan ini sebagai akibat sekunder dari tekanan uterus atau dinding vagina pada kepala bayi sebatas caput.Keadaan ini dapat pula terjadi pada kelahiran spontan dan biasanya menghilang dalam 2-4 hari setelah lahir.
2.      Sefalhematoma
Cephal Haematome adalah perdarahan sub periosteal akibat kerusakan jaringan periosteum karena tarikan atau tekanan jalan lahir, dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah.
Cephal haematom merupakan kumpulan darah di bawah periosteum bisa singular atau bilateral, darah tidak melewati garis sutura dari kepala bayi sehingga kepala bayi lembut atau empuk.Beberapa cephal haematom terjadi pada garis linear tulang kepala dimana sebagian besar sembuh dengan baik.Tanda yang jelas dari fraktur kepala adalah daerah yang tertekan dari kepala bayi, terutama sekali melebihi tulang parietal.Tipe perlukan terjadi pada presentasi verteks ketika disporposi cephalopelviks menyebabkan kesulitan dalam persalinan dan biasanya berpengaruh terhadap tulang parietal sebagai presentasi, tetapi juga bisa berpengaruh pada kedua tulang parietal (biparietal cephal haematom) dan kadang terjadi pada tulang oksipital.Daerah dari kepala yang tertekan meningkatkan kemungkinan memotong dari tulang kepala yang mengalami perembesan sampai menutupi dura otak.Hal ini berhubungan dengan benturan yang berlebihan dari kepala bayi dengan lingkar tulang panggul selama persalinan, jaringan yang lunak dan keras dari kepala mengalami kerusakan, periosteum mulai terkoyak dari tulang cranial dan disana pengeluaran daerah merambat di bawah periosteum, akhirnya menyebabkan bengkak yang besar. Bengkak tidak ada saat lahir tapi hanya berkembang kira-kira 24 jam dan tidak melewati sutura. Kelainan ini muncul beberapa jam setelah lahir, bisa bertambah besar dan agak lama menghilang (1-3 bulan). Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan anemia dan hiperbilirubinemia.Kadang hematom tetap ada seperti gumpalan yang keras di atas kepala seperti kalsium yang diletakkan.
3.      Perdarahan Subgaleal
Perdarahan subgaleal adalah perdarahan ke dalam kompartemen subgaleal.Kompartemen subgaleal adalah ruang potensial yang berisi jaringan ikat tersusun longgar, terletak di bawah galea aponerosis, suatu selubung tendo yang menghubungkan otot frontal dan oksipital dan membentuk permukaan dalam kulit kepala. Cedera yang terjadi karena gaya yang menekan, kemudian menarik kepala melalui pelvic outlet.
C.    Etiologi
Jejas dapat merupakan akibat dari ketrampilan atau perhatian medis yang tidak tepat atau kurang, atau jejas dapat terjadi walaupun terdapat ketrampilan dan kemampuan untuk melakukan perawatan obstetrik, tidak bergantung pada suatu tindakan atau kelalaian.
Faktor predisposisi :
a.       Faktor Ibu :
·         Primigravida
·         Disproporsi Kepala terhadap Panggul
·         Distosia
·         Kelahiran yang lama
·         Presentasi bokong
·         Oligohidramnion
b.      Faktor Bayi :
·         Presentasi muka atau bokong
·         BBLSR atau sangat premature
·         Bayi besar (Macrosomia)
·         Bayi dengan kepala yang besar
·         Bayi dengan kelainan bawaan
c. Tindakan persalinan
·         Forseps atau vacuum ekstraksi
·         Versi dan ekstraksi
D.    Patofisiologi
Tekanan yang terjadi pada proses persalinan normal adalah pada bagian simfisis pubis, promontorium sakaralis, atau spina iskhiadikus ibu. Tekanan tersebut akan membuat trauma pada kepala bayi dari yang paling ringan yaitu kaput suksedaneum sampai pada fraktur kepala, dan bisa diperberat dengan adanya proses persalinan dengan bantuan mekanik (misalnya forceps).
E.     Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala pada trauma kepala/jejas kranium berdasarkan jenis jejas yang terjadi pada kepala bayi.Menurut Nelson, 2000, jenis jejas kranium terdiri dari :
1.      Kaput suksedaneum adalah pembengkakan yang edematosa, kadang ekimotik, dan difus dari jaringan lunak kulit kepala yang mengenai bagian yang telah dilahirkan.
Tanda dan gejala :
a.       Adanya oedema di kepala
b.      Pada perabaan teraba lembut dan lunak.
c.       Oedem melampaui sela-sela tulang tengkorak
d.      Batas tidak jelas.
e.       Biasanya menghilang dalam waktu 2-4 hari tanpa pengobatan
2.      Eritema, luka lecet, ekimosis pada jaringan lunak atau kulit kepala.
3.      Perdarahan subkonjungtiva atau retina dan ptekie pada kulit kepala.
4.      Sefalhematoma adalah perdarahan subperiosteum, karena terbatas pasa 1 permukaan tulang kranium. Tidak ada perubahan warna pada kulit kepala yang menutupi dan pembengkakan biasa tidak terlihat sampai beberapa jam sesudah lahir, keran prosesnya lambat.
Tanda dan gejala :
a.       Kepala bengkak dan merah
b.      Batasnya jelas
c.       Pada perabaan mula-mula keras lambat laun lunak
d.      Menghilang pada waktu beberapa minggu.
5.      Fraktur tengkorak.
Fraktur dapat terjadi akibat tekanan mekanis yang kuat misal pada forseps atau pada beberapa tulang ibu yang menonjol yaitu promontorium atau spina iskhiadika saat persalinan bokong.Fraktur linier adalah yang paling sering terjadi.Sering fraktur tidak menimbulkan gejala kecuali disertai jejas yang jelas pada intrakranium.
F.     Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi (Nelson, 2000) :
1.      Syok                                               
2.      Perdarahan intrakranium
3.      Hiperbilirubinemia                         
4.      Protuberansia tulang (pelebaran celah diploik)
5.      Kalsifikasi tulang
G.    Penatalaksanaan
Sebagian besar jejas kranium tidak diperlukan pengobatan khusus dan dapat menghilang pada 1 minggu-3 bulan tergantung lokasi dan beratnya kondisi.
Pada beberapa keadaan dapat diberikan fototerapi yaitu bila terjadi hiperbilirubinemia atau transfusi bila ada perdarahan, atau penanganan peningkatan TIK sesuai prosedur yang ada.



II.  Asuhan Keperawatan
A.      Pengkajian
1.      Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
2.      Riwayat kesehatan :
a.       Keluhan utama: terutama pada jejas yang tampak dan sistem pernafasan : cyanosis, grunting , RR, cuping hidung
b.      Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
3.      Pemeriksaan Fisik :
a.       Keadaan umum : kesadaran, vital sign
b.      Pemriksaan fisik : terutama bagian kepala yang terdapat jejas atau bagian lainnya yang mungkin terjadi.
c.       Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat langsung
·         Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal. Refraksi strenum dan interkosta, nafas cuping hidung, cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi cepat atau lambat
·         Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral dingin/hangat, cyanosis perifer
·         Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik menurun/meningkat
·         Sistem perkemihan : keluaran urine, warna
B.     Diagnosa keperawatan
1.      Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri dan atau vena terputus.
2.      PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/ darah di dalam otak.
3.      Kebersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan fisiologis (disfungsi neuromuskuler).
4.      PK : Anemia
5.      Resiko aspirasi, faktor resiko: penurunan tingkat kesadaran, penurunan fungsi otot-otot pernafasan
6.      Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
7.      Resiko infeksi
C.    Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
NOC
NIC
1
Perfusi jaringan tak efektif (spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena terputus, dengan batasan karak-teristik:
-          Perubahan respon motorik
-          Perubahan respon pupil
NOC:
1.   Status sirkulasi
2.   Perfusi jaringan serebral
3.   Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, klien mampu men-capai :
Status sirkulasi dengan indikator:
·         Tekanan darah sis-tolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan
·         Tidak ada ortostatik hipotensi
·         Tidak ada tanda-tanda PTIK
Perfusi jaringan serebral, dengan indikator :
·         Tingkat kesadaran klien membaik
Monitor Tekanan Intra Kranial
1.    Catat perubahan respon klien terhadap stimu-lus / rangsangan
2.    Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
3.    Monitor intake dan output
4.    Pasang restrain, jika perlu
5.    Monitor suhu dan angka leukosit
6.    Kaji adanya kaku kuduk
7.    Kelola pemberian antibiotik
8.    Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-40O dengan leher dalam posisi netral
9.    Minimalkan stimulus dari lingkungan
10.              Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk meminimalkan peningkatan TIK
11.              Kelola obat obat untuk mempertahankan TIK dalam batas spesifik

Monitoring Neurologis (2620)
1.    Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
2.    Monitor tingkat kesadaran klien
3.    Monitor tanda-tanda vital
4.    Monitor  muntah
5.    Monitor respon klien terhadap pengobatan
6.    Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7.    Observasi kondisi fisik klien

Terapi Oksigen (3320)
1.    Bersihkan jalan nafas dari secret
2.    Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3.    Berikan oksigen sesuai instruksi
4.    Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, dan humidifier
5.    Observasi tanda-tanda hipoventilasi
6.    Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
2
PK: peningkatan tekan-an intrakranial b.d pro-ses desak ruang akibat penumpukan cairan / darah di dalam otak (Carpenito, 1999)

Batasan karakteristik :
-          Penurunan kesadar-an (gelisah)
-          Perubahan motorik dan persepsi sensasi
-          Perubahan tanda vi-tal (TD meningkat, nadi kuat dan lambat)
-          Pupil melebar, re-flek pupil menurun
-          Muntah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam dapat mencegah atau meminimalkan komplikasi dari peningkatan TIK, dengan kriteria :
·    Kesadaran stabil (orien-asi baik)
·    Pupil isokor, diameter 1mm
·    Reflek baik
·    Tidak muntah
1.    Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
§  Kaji perubahan tanda-tanda vital
§  Kaji respon pupil
§  Catat gejala dan tanda-tanda: muntah,  lethargi, gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan.
2.    Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada kontra indikasi
3.    Hindarkan situasi atau manuver sebagai berikut:
§  Masase karotis
§  Fleksi dan rotasi leher berlebihan
4.    Pertahankan lingkungan yang tenang
5.    Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas yang dapat meningkatkan TIK (misal: batuk, penghisapan, pengubahan posisi, meman-dikan)
6.    Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu hingga 10 detik
7.    Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien se-belum dan sesudah penghisapan
8.    Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi yang sesuai dan penghisapan yang teratur
9.    Jika diindikasikan, lakukan protokol atau kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat yang mungkin termasuk sebagai berikut:
·   Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-bolisme serebral)
·   Antikonvulsan (mencegah kejang)
·   Diuretik osmotik (menurunkan edema serebral)
·   Diuretik non osmotik (mengurangi edema serebral)
·  Steroid (menurunkan permeabilitas kapiler, membatasi edema serebral)
·  Pantau status hidrasi, evaluasi cairan masuk dan keluar)
3
Kebersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan fisiologis (disfungsi neuromuskuler), dengan batasan karakteristik:
ØDyspnea, penurunan suara nafas
ØKelainan suara nafas (ronchi)
ØProduksi sputum banyak
ØPerubahan frekuensi dan irama nafas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....X24jam, diharapkan klien menunjukkan jalan nafas yang paten.

NOC: respiratory status: airway patency (0410)
Indikator:
ØFrekuensi nafas 40-60x/menit
ØIrama nafas teratur
ØSputum dapat dikeluarkan dari jalan nafas
ØTak ada suara nafas tambahan
1.    Manajemen jalan nafas
ØBuka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu
ØPosisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
ØIdentifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
ØPasang mayo bila perlu
ØLakukan fisioterapi dada bila perlu
ØKeluarkan sekret dengan  suction
ØAuskultasi suara nafas, catat adanya suara berlebihan
ØLakukan suction pada mayo
ØBerikan bronchodilator bila perlu
ØBerikan pelembab udara
ØAtur intake cairan utuk mengoptimalkan keseimbangan
ØMonitor respirasi dan status oksigen

2.    Suction jalan nafas (3160)
ØPastikan kebutuhan oral suctioning
ØAuskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
ØInformasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
ØBerikan oksigen dengan menggunakan hood untuk memfasilitasi suction nasotrakheal
ØGunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
ØHentikan suction dan berikan O2 apabila klien menunjukkan bradikardia dan peningkatan saturasi O2
4
Resiko aspirasi, faktor resiko:
Øpenurunan tingkat kesadaran
Øpenurunan fungsi otot-otot pernafasan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24jam klien mampu mencapai:
1.    Respiratori status: ventilasi (pertukaran gas dalam paru) 0403, indikator:
ØIrama nafas teratur
ØRR: 40-60 x/mnt
ØEkspansi dada simetris
ØBernafas spontan/ mudah
ØSuara nafas bersih
ØTak ada retraksi dada
ØTak ada suara nafas tambahan
2.    Respiratori status: gas exchange (pertukaran gas CO2 dan O2 di alveoli (0402)
indikator:
ØBernafas mudah
ØTak ada dyspnea
ØTak ada cyanosis
ØSaturasi O2 85-100%
ØPaO2 70-100 mmHg dan PaCO2 35-45 mmHg, jika klien memakai ventilator
1.    Suction jalan nafas (3160)
Lihat diagnosa 1

2.    Pencegahan aspirasi (3200)
ØMonitor tingkat kesadaran, reflek menelan, gangguan reflek, dan kemampuan menelan
ØMonitor status paru paru
ØPertahankan jalan nafas
ØJaga suction selalu siap pakai
ØCek posisi NGT sebelum memberikan makanan
ØCek residu NGT sebelum memberikan makanan
ØHindari memasukkan makanan jika residu masih banyak
ØPosisikan kepala/ tinggikan bed 30-40 menit setelah pemberian makanan

3.    Monitoring Respirasi (3350)
ØMonitor rata rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi
ØCatat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot otot tambahan, retraksi otot supra klavikula, dan intercostals
ØMonitor suara nafas seperti dengkur/ ngorok
ØMonitor pola nafas, bradipnea, takipnea, kusmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot.
ØPalpasi kesamaan ekspansi paru
ØPerkusi thorak anterior dan posterior dari apeks sampai basis bilateral
ØCatat lokasi trachea
ØMonitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksi)
ØAuskultasi suara nafas, catat area penurunan atau tak adanya ventilasi dan suara tambahan
ØTentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi cracles dan ronchi pada jalan nafas utama
ØAuskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
ØMonitor hasil ventilasi mekanik, catat peningkatan tekanan inspirasi dan penurunan tidal volume (jika klien memakai ventilator)
ØCatat perkembangan SaO2, dan tidal CO2, perubahan AGD (jika klien memakai ventilator)
ØMonitor kemampuan klien untuk batuk efektif
ØMonitor sekret respirasi klien
ØCatat onset, karakteristik, dan durasi batuk
ØMonitor dyspnea dan kejadian yang meningkatkan atau memperburuk respirasi
ØBuka jalan nafas dengan chin lift atau jaw trust k/p
ØPosisikan klien pada satu sisi untuk mencegah aspirasi
ØLakukan resusitasi k/p
ØLakukan tindakan terapi respiratori

4.    Posisioning/ mengatur posisi (0840)
ØAtur posisi klien semi fowler, ekstensi kepala
ØMiringkan kepala bila muntah
5
Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
Batasan karakteristik :
- Penurunan suhu tubuh di bawah rentang normal
- pucat
- menggigil
- kulit dingin
- dasar kuku sianosis
- pengisian kapiler lamabat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..x 24 jam hipotermia tidak terjadi dengan kriteria :
- suhu aksila 36,5-37 C
- RR 40-60 kali/menit
- warna kulit merah muda
- pasien tidak gelisah
- pasien tidak letargi
Hipotermia Treatment
- Pindahkan bayi dari lingkungan yang dingin ke dalam lingkungan/tempat yang hangat (didalam inkubator atau lampu sorot)
- segera ganti pakaian pasien yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat dan kering, berikan selimut
- monitor gejala dari hopotermia : fatigue, lemah, apatis, perubahan warna kulit
- monitor status pernafasan
- monitor intake dan output

Tidak ada komentar:

Posting Komentar