TRAUMA
PADA BAYI BARU LAHIR
I.
Konsep Medis
A.
Defenisi
Trauma lahir
adalah trauma pada bayi yang diterima dalam atau karena proses kelahiran.
Istilah
jejas lahir atau trauma kepala digunakan untuk menunjukkan trauma mekanik yang
dapat dihindari dan tidak dapat dihindari, serta trauma anoksik yang dialami
bayi selama kelahiran dan persalinan.Jejas ini dapat merupakan akibat dari
keterampilan atau perhatian medis yang tidak tepat atau kurang, atau jejas
dapat terjadi walaupun terdapat keterampilan dan kemampuan melakukan obstetric,
tidak berganting pada suatu tindakan atau kelalaian.(Nelson, 2000).
Insiden
jejas lahir diperkirakan 2-7/1.000 kelahiran hidup.Faktor-faktor
predisposisinya meliputi makrosomia, prematuritas, disproporsi kepala terhadap
panggul, distosia, kelahiran yang lama dan presentasi bokong.Secara
keseluruhan, 5-8/100.000 bayi meninggal karena trauma lahir, dan 25/100.000
meninggal karena jejas anoksik; jejas demikian mewakili 2-3% kematian
bayi.(Nelson, 2000).
Trauma
kepala dan kulit kepala dapat terjadi selama proses persalinan yang biasanya
ringan namun kadang-kadang bisa mengakibatkan cedera yang lebih serius, seperti
perdarahan intrakranial dan hematoma subdural. Tiga jenis cedera perdarahan
ekstrakranial yang paling sering adalah kaput suksedaneum, perdarahan
subgaleal, dan sefalhematoma. (Wong, 2009)
B.
Jenis-Jenis Trauma Kepala
1.
Kaput
suksedaneum
Lesi kulit yang paling sering ditemukan adalah kaput suksedaneum, suatu
daerah jaringan edema dengan batas tidak jelas yang terletak di daerah kulit kepala yang merupakan bagian terbawah
pada kelahiran puncak kepala. (Wong, 2009)
Caput
suksedaneum adalah pembengkakan difus jaringan lunak kepala yang dapat
melampaui sutura garis tengah.Kelainan ini sebagai akibat sekunder dari tekanan
uterus atau dinding vagina pada kepala bayi sebatas caput.Keadaan ini dapat
pula terjadi pada kelahiran spontan dan biasanya menghilang dalam 2-4 hari
setelah lahir.
2.
Sefalhematoma
Cephal
Haematome adalah perdarahan sub periosteal akibat kerusakan jaringan periosteum
karena tarikan atau tekanan jalan lahir, dan tidak pernah melampaui batas
sutura garis tengah.
Cephal
haematom merupakan kumpulan darah di bawah periosteum bisa singular atau
bilateral, darah tidak melewati garis sutura dari kepala bayi sehingga kepala bayi
lembut atau empuk.Beberapa cephal haematom terjadi pada garis linear tulang
kepala dimana sebagian besar sembuh dengan baik.Tanda yang jelas dari fraktur
kepala adalah daerah yang tertekan dari kepala bayi, terutama sekali melebihi
tulang parietal.Tipe perlukan terjadi pada presentasi verteks ketika disporposi
cephalopelviks menyebabkan kesulitan dalam persalinan dan biasanya berpengaruh
terhadap tulang parietal sebagai presentasi, tetapi juga bisa berpengaruh pada
kedua tulang parietal (biparietal cephal haematom) dan kadang terjadi pada
tulang oksipital.Daerah dari kepala yang tertekan meningkatkan kemungkinan
memotong dari tulang kepala yang mengalami perembesan sampai menutupi dura
otak.Hal ini berhubungan dengan benturan yang berlebihan dari kepala bayi
dengan lingkar tulang panggul selama persalinan, jaringan yang lunak dan keras
dari kepala mengalami kerusakan, periosteum mulai terkoyak dari tulang cranial
dan disana pengeluaran daerah merambat di bawah periosteum, akhirnya
menyebabkan bengkak yang besar. Bengkak tidak ada saat lahir tapi hanya
berkembang kira-kira 24 jam dan tidak melewati sutura. Kelainan ini muncul
beberapa jam setelah lahir, bisa bertambah besar dan agak lama menghilang (1-3
bulan). Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan anemia dan
hiperbilirubinemia.Kadang hematom tetap ada seperti gumpalan yang keras di atas
kepala seperti kalsium yang diletakkan.
3.
Perdarahan Subgaleal
Perdarahan
subgaleal adalah perdarahan ke dalam kompartemen subgaleal.Kompartemen
subgaleal adalah ruang potensial yang berisi jaringan ikat tersusun longgar,
terletak di bawah galea aponerosis, suatu selubung tendo yang menghubungkan
otot frontal dan oksipital dan membentuk permukaan dalam kulit kepala. Cedera
yang terjadi karena gaya yang menekan, kemudian menarik kepala melalui pelvic
outlet.
C.
Etiologi
Jejas dapat merupakan
akibat dari ketrampilan atau perhatian medis yang tidak tepat atau kurang, atau
jejas dapat terjadi walaupun terdapat ketrampilan dan kemampuan untuk melakukan
perawatan obstetrik, tidak bergantung pada suatu tindakan atau kelalaian.
Faktor predisposisi :
a.
Faktor Ibu :
·
Primigravida
·
Disproporsi Kepala terhadap Panggul
·
Distosia
·
Kelahiran yang lama
·
Presentasi bokong
·
Oligohidramnion
b.
Faktor Bayi :
·
Presentasi muka atau bokong
·
BBLSR atau sangat premature
·
Bayi besar (Macrosomia)
·
Bayi dengan kepala yang besar
·
Bayi dengan kelainan bawaan
c. Tindakan
persalinan
·
Forseps atau vacuum ekstraksi
·
Versi dan ekstraksi
D.
Patofisiologi
Tekanan yang terjadi pada proses persalinan normal
adalah pada bagian simfisis pubis, promontorium sakaralis, atau spina
iskhiadikus ibu. Tekanan tersebut akan membuat trauma pada kepala bayi dari
yang paling ringan yaitu kaput suksedaneum sampai pada fraktur kepala, dan bisa
diperberat dengan adanya proses persalinan dengan bantuan mekanik (misalnya
forceps).
E.
Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala pada trauma kepala/jejas kranium
berdasarkan jenis jejas yang terjadi pada kepala bayi.Menurut Nelson, 2000,
jenis jejas kranium terdiri dari :
1. Kaput
suksedaneum adalah pembengkakan yang edematosa, kadang ekimotik, dan difus dari
jaringan lunak kulit kepala yang mengenai bagian yang telah dilahirkan.
Tanda dan gejala :
a.
Adanya oedema di kepala
b.
Pada perabaan teraba lembut dan lunak.
c.
Oedem melampaui sela-sela tulang tengkorak
d.
Batas tidak jelas.
e.
Biasanya menghilang dalam waktu 2-4 hari tanpa
pengobatan
2. Eritema, luka
lecet, ekimosis pada jaringan lunak atau kulit kepala.
3. Perdarahan
subkonjungtiva atau retina dan ptekie pada kulit kepala.
4. Sefalhematoma
adalah perdarahan subperiosteum, karena terbatas pasa 1 permukaan tulang
kranium. Tidak ada perubahan warna pada kulit kepala yang menutupi dan
pembengkakan biasa tidak terlihat sampai beberapa jam sesudah lahir, keran
prosesnya lambat.
Tanda dan gejala :
a.
Kepala bengkak dan merah
b.
Batasnya jelas
c.
Pada perabaan mula-mula keras lambat laun lunak
d.
Menghilang pada waktu beberapa minggu.
5. Fraktur
tengkorak.
Fraktur dapat
terjadi akibat tekanan mekanis yang kuat misal pada forseps atau pada beberapa
tulang ibu yang menonjol yaitu promontorium atau spina iskhiadika saat
persalinan bokong.Fraktur linier adalah yang paling sering terjadi.Sering
fraktur tidak menimbulkan gejala kecuali disertai jejas yang jelas pada
intrakranium.
F.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi (Nelson, 2000) :
1. Syok
2. Perdarahan
intrakranium
3. Hiperbilirubinemia
4. Protuberansia
tulang (pelebaran celah diploik)
5. Kalsifikasi
tulang
G.
Penatalaksanaan
Sebagian besar jejas kranium tidak diperlukan pengobatan
khusus dan dapat menghilang pada 1 minggu-3 bulan tergantung lokasi dan
beratnya kondisi.
Pada beberapa keadaan dapat diberikan fototerapi yaitu
bila terjadi hiperbilirubinemia atau transfusi bila ada perdarahan, atau
penanganan peningkatan TIK sesuai prosedur yang ada.
A.
Pengkajian
1.
Identitas : lengkap,
termasuk orang tua bayi
2.
Riwayat kesehatan :
a.
Keluhan utama:
terutama pada jejas yang tampak dan sistem pernafasan : cyanosis, grunting ,
RR, cuping hidung
b.
Riwayat kesehatan : terutama
umur kehamilan dan proses persalinan
3.
Pemeriksaan Fisik :
a.
Keadaan umum :
kesadaran, vital sign
b.
Pemriksaan fisik :
terutama bagian kepala yang terdapat jejas atau bagian lainnya yang mungkin
terjadi.
c.
Pemeriksaan
persistem : terutama pada sistem yang terlibat langsung
·
Sistem pernafasan :
kesulitan dalam respirasi normal. Refraksi strenum dan interkosta, nafas cuping
hidung, cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi cepat atau lambat
·
Sistem
kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral dingin/hangat, cyanosis
perifer
·
Sistem
gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik menurun/meningkat
·
Sistem perkemihan :
keluaran urine, warna
B.
Diagnosa keperawatan
1.
Perfusi jaringan
tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri dan atau
vena terputus.
2.
PK: peningkatan TIK
dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/ darah di dalam otak.
3.
Kebersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan fisiologis (disfungsi
neuromuskuler).
4.
PK : Anemia
5.
Resiko aspirasi, faktor resiko: penurunan tingkat kesadaran, penurunan
fungsi otot-otot pernafasan
6.
Hipotermia
berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
7.
Resiko infeksi
C.
Rencana
Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Perfusi
jaringan tak efektif (spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena
terputus, dengan batasan karak-teristik:
-
Perubahan respon motorik
-
Perubahan respon pupil
|
NOC:
1.
Status sirkulasi
2.
Perfusi jaringan
serebral
3.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, klien mampu men-capai :
Status
sirkulasi dengan indikator:
·
Tekanan darah
sis-tolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan
·
Tidak ada
ortostatik hipotensi
·
Tidak ada
tanda-tanda PTIK
Perfusi jaringan serebral, dengan
indikator :
·
Tingkat kesadaran
klien membaik
|
Monitor
Tekanan Intra Kranial
1. Catat perubahan respon klien terhadap stimu-lus /
rangsangan
2. Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap
aktivitas
3. Monitor intake dan output
4. Pasang restrain, jika perlu
5. Monitor suhu dan angka leukosit
6. Kaji adanya kaku kuduk
7. Kelola pemberian antibiotik
8. Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-40O
dengan leher dalam posisi netral
9. Minimalkan stimulus dari lingkungan
10.
Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk
meminimalkan peningkatan TIK
11.
Kelola obat obat untuk mempertahankan TIK
dalam batas spesifik
Monitoring
Neurologis (2620)
1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor muntah
5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi
Oksigen (3320)
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, dan humidifier
5. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
6. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
|
2
|
PK:
peningkatan tekan-an intrakranial b.d pro-ses desak ruang akibat penumpukan
cairan / darah di dalam otak (Carpenito, 1999)
Batasan
karakteristik :
-
Penurunan kesadar-an (gelisah)
-
Perubahan motorik dan persepsi sensasi
-
Perubahan tanda vi-tal (TD meningkat, nadi
kuat dan lambat)
-
Pupil melebar, re-flek pupil menurun
-
Muntah
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24
jam dapat mencegah atau meminimalkan komplikasi dari peningkatan TIK, dengan
kriteria :
·
Kesadaran
stabil (orien-asi baik)
·
Pupil isokor,
diameter 1mm
·
Reflek baik
·
Tidak muntah
|
1. Pantau tanda dan gejala
peningkatan TIK
§ Kaji
perubahan tanda-tanda vital
§ Kaji
respon pupil
§ Catat
gejala dan tanda-tanda: muntah, lethargi, gelisah, nafas keras, gerakan
tak bertujuan.
2. Tinggikan kepala 30-40O
jika tidak ada kontra indikasi
3. Hindarkan situasi atau
manuver sebagai berikut:
§ Masase
karotis
§ Fleksi
dan rotasi leher berlebihan
4. Pertahankan lingkungan
yang tenang
5. Hindarkan pelaksanaan
urutan aktivitas yang dapat meningkatkan TIK (misal: batuk, penghisapan,
pengubahan posisi, meman-dikan)
6. Batasi waktu penghisapan
pada tiap waktu hingga 10 detik
7. Hiperoksigenasi dan
hiperventilasi klien se-belum dan sesudah penghisapan
8. Pertahankan ventilasi
optimal melalui posisi yang sesuai dan penghisapan yang teratur
9. Jika diindikasikan,
lakukan protokol atau kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat yang mungkin
termasuk sebagai berikut:
·
Sedasi, barbiturat (menurunkan
laju meta-bolisme serebral)
·
Antikonvulsan (mencegah
kejang)
·
Diuretik osmotik
(menurunkan edema serebral)
·
Diuretik non osmotik
(mengurangi edema serebral)
·
Steroid (menurunkan permeabilitas kapiler, membatasi edema serebral)
·
Pantau status hidrasi, evaluasi cairan masuk dan keluar)
|
3
|
Kebersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan
fisiologis (disfungsi neuromuskuler), dengan batasan karakteristik:
ØDyspnea, penurunan suara nafas
ØKelainan suara nafas (ronchi)
ØProduksi sputum banyak
ØPerubahan frekuensi dan irama
nafas
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
....X24jam, diharapkan klien menunjukkan jalan nafas yang paten.
NOC: respiratory status: airway
patency (0410)
Indikator:
ØFrekuensi nafas 40-60x/menit
ØIrama nafas teratur
ØSputum dapat dikeluarkan dari
jalan nafas
ØTak ada suara nafas tambahan
|
1. Manajemen jalan
nafas
ØBuka jalan nafas,
gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu
ØPosisikan klien
untuk memaksimalkan ventilasi
ØIdentifikasi klien
perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
ØPasang mayo bila perlu
ØLakukan fisioterapi dada
bila perlu
ØKeluarkan sekret
dengan suction
ØAuskultasi suara nafas,
catat adanya suara berlebihan
ØLakukan suction pada mayo
ØBerikan bronchodilator
bila perlu
ØBerikan pelembab udara
ØAtur intake cairan utuk
mengoptimalkan keseimbangan
ØMonitor respirasi dan
status oksigen
2. Suction jalan nafas (3160)
ØPastikan kebutuhan oral
suctioning
ØAuskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah suctioning
ØInformasikan pada klien
dan keluarga tentang suctioning
ØBerikan oksigen dengan
menggunakan hood untuk memfasilitasi suction nasotrakheal
ØGunakan alat yang steril
setiap melakukan tindakan
ØHentikan suction dan
berikan O2 apabila klien menunjukkan bradikardia dan peningkatan saturasi O2
|
4
|
Resiko aspirasi, faktor resiko:
Øpenurunan tingkat kesadaran
Øpenurunan fungsi otot-otot
pernafasan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
....x24jam klien mampu mencapai:
1. Respiratori status:
ventilasi (pertukaran gas dalam paru) 0403, indikator:
ØIrama nafas teratur
ØRR: 40-60 x/mnt
ØEkspansi dada simetris
ØBernafas spontan/ mudah
ØSuara nafas bersih
ØTak ada retraksi dada
ØTak ada suara nafas tambahan
2. Respiratori status:
gas exchange (pertukaran gas CO2 dan O2 di alveoli (0402)
indikator:
ØBernafas mudah
ØTak ada dyspnea
ØTak ada cyanosis
ØSaturasi O2 85-100%
ØPaO2 70-100 mmHg dan PaCO2 35-45
mmHg, jika klien memakai ventilator
|
1. Suction jalan nafas
(3160)
Lihat diagnosa 1
2. Pencegahan aspirasi
(3200)
ØMonitor tingkat kesadaran,
reflek menelan, gangguan reflek, dan kemampuan menelan
ØMonitor status paru paru
ØPertahankan jalan nafas
ØJaga suction selalu siap
pakai
ØCek posisi NGT sebelum
memberikan makanan
ØCek residu NGT sebelum
memberikan makanan
ØHindari memasukkan makanan
jika residu masih banyak
ØPosisikan kepala/
tinggikan bed 30-40 menit setelah pemberian makanan
3. Monitoring Respirasi
(3350)
ØMonitor rata rata,
kedalaman, irama, dan usaha respirasi
ØCatat pergerakan
dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot otot tambahan, retraksi otot supra
klavikula, dan intercostals
ØMonitor suara nafas
seperti dengkur/ ngorok
ØMonitor pola nafas,
bradipnea, takipnea, kusmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot.
ØPalpasi kesamaan
ekspansi paru
ØPerkusi thorak
anterior dan posterior dari apeks sampai basis bilateral
ØCatat lokasi trachea
ØMonitor kelelahan
otot diafragma (gerakan paradoksi)
ØAuskultasi suara
nafas, catat area penurunan atau tak adanya ventilasi dan suara tambahan
ØTentukan kebutuhan
suction dengan mengauskultasi cracles dan ronchi pada jalan nafas utama
ØAuskultasi suara paru
setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
ØMonitor hasil ventilasi
mekanik, catat peningkatan tekanan inspirasi dan penurunan tidal volume (jika
klien memakai ventilator)
ØCatat perkembangan
SaO2, dan tidal CO2, perubahan AGD (jika klien memakai ventilator)
ØMonitor kemampuan klien
untuk batuk efektif
ØMonitor sekret respirasi
klien
ØCatat onset,
karakteristik, dan durasi batuk
ØMonitor dyspnea dan
kejadian yang meningkatkan atau memperburuk respirasi
ØBuka jalan nafas
dengan chin lift atau jaw trust k/p
ØPosisikan klien pada
satu sisi untuk mencegah aspirasi
ØLakukan resusitasi
k/p
ØLakukan tindakan
terapi respiratori
4. Posisioning/
mengatur posisi (0840)
ØAtur posisi klien semi
fowler, ekstensi kepala
ØMiringkan kepala bila
muntah
|
5
|
Hipotermia
berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
Batasan
karakteristik :
-
Penurunan suhu tubuh di bawah rentang normal
-
pucat
-
menggigil
-
kulit dingin
-
dasar kuku sianosis
-
pengisian kapiler lamabat
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama …..x 24 jam hipotermia tidak terjadi
dengan kriteria :
-
suhu aksila 36,5-37 C
- RR
40-60 kali/menit
-
warna kulit merah muda
-
pasien tidak gelisah
-
pasien tidak letargi
|
Hipotermia
Treatment
-
Pindahkan bayi dari lingkungan yang dingin ke dalam lingkungan/tempat yang
hangat (didalam inkubator atau lampu sorot)
-
segera ganti pakaian pasien yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat
dan kering, berikan selimut
-
monitor gejala dari hopotermia : fatigue, lemah, apatis, perubahan warna
kulit
-
monitor status pernafasan
-
monitor intake dan output
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar