KATARAK
A. Defenisi
Katarak
adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih, biasanya terjadi akibat
proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran yang disebut katarak kongenital
dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan
kortikostiroid jangka panjang dan penyakit sistemis (Smeltzer,2001).
Katarak adalah keadaan di
mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa (Ilyas,
2001).
Katarak adalah proses
terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya
akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Doengoes, 2000).
Katarak adalah kekeruhan(
bayangan seperti awan) pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur penglihatan
kabur dan akhirnya tidak dapat menerima cahaya.( Barbara C,1996).
Katarak menyebabkan
penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan patologik
lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi
protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut
merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan
berkurang (Corwin, 2000)
Menurut Ilyas (2001)
Katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Menurut umur penderita
a. Katarak Kongenital, adalah
katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi
yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak
kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis,
inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak
kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus,
aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik,
displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk
mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal
infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat
selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine
yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti
retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
b. Katarak Juvenil, Katarak
yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit
penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
c. Katarak Senil, setelah usia
50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat selama
beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut
yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak Senil
sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
1) Stadium awal (insipien)
Pada
stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal,
bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali
penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya,
sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai
terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan
dan korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient
kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
lama.
2) Stadium imatur
Pada
stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau
belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih
pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa
menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks
refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan
pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.
3) Stadium matur
Bila
proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama
hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran
normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai
kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna
sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan
uji bayangan iris akan terlihat negatif.
4) Stadium hipermatur
Katarak
yang terjadi akibat korteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar
melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam"
kearah bawah (jam 6) (katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa
lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa
uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik.
Insipien
|
Imatur
|
Matur
|
Hipermatur
|
|
Kekeruhan
|
Ringan
|
Sebagian
|
Seluruh
|
Masif
|
Cairan
Lensa
|
Normal
|
Bertambah
|
Normal
|
Berkurang
|
Iris
|
Normal
|
Terdorong
|
Normal
|
Tremulans
|
Bilik
mata depan
|
Normal
|
Dangkal
|
Normal
|
Dalam
|
Sudut
bilik mata
|
Normal
|
Sempit
|
Normal
|
Terbuka
|
Shadow
test
|
(-)
|
(+)
|
(-)
|
+/-
|
Visus
|
(+)
|
<
|
<<
|
<<<
|
Penyulit
|
(-)
|
Glaukoma
|
(-)
|
Uveitis+glaukoma
|
d. Katarak Intumesen
Kekeruhan
lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang menyerap air.
Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak
dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan
penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang
berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat
terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah,
yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa
disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
e. Katarak Brunesen.
Katarak
yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga
dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering
tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat
pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak
kortikal posterior.
2.
Berdasarkan penyebabnya
a. Katarak toksika merupakan katarak yang terjadi akibat adanya
pajanan dengan bahan kimia tertentu. Selain itu, katarak ini dapat juga terjadi
karena penggunaan obat seperti kortikosteroid dan chlorpromazine.
b. Katarak trauma adalah katarak yang terjadi akibat trauma baik
karena trauma tumpul maupun tajam.penyebab kataraqk ini antara lain karena
radiasi sinar –X, radioaktif, dan benda asing.
c. Katarak komplikata (sekunder) adalah penyakit infeksi tertentu dan
penyakit seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang
akan menimbulkan katarak komplikata
B. Etiologi
Menurut Corwin (2000),
berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain :
1. Usia lanjut dan proses penuaan, biasanya
dijumpai pada katarak senilis dikarenakan proses degenerasi atau kemunduran
serat lensa.
2. Kongenital sebagai akibat infeksi virus
prenatal dan katarak developmental terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan
sebagai akibat dari defek kongenital. Kedua bentuk ini mungkin disebabkan oleh
faktor herediter, toksis, nutrisional, atau proses peradangan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor
lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan
oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu
(misalnya kortikosteroid). Contohnya terjadi pada katarak diabetika dikarenakan
gangguan metabolisme tubuh secara umum dan retina sehingga mengakibatkan
kelainan retina dan pembuluh-pembuluh darahnya. Diabetes akan mengakibatkan
kelainan dan kerusakan pada retina.
5. Trauma, contohnya terjadi pada katarak
traumatika, seperti trauma tembus pada mata yang disebabkan oleh benda tajam
atau tumpul, radiasi ( terpapar oleh sinar –X atau benda-benda radioaktif ).
C. Manifestasi
klinis
Katarak didiagnosa terutama dengan gejala
subyektif. Biasanya, pasien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan
silau dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena
kehilangan penglihatan tadi. Temuan obyektif biasanya meliputi pengembunan
seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop (Smeltzer,
2001).
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus
pada retina hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyhilaukan yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil
yang normalnya hitam akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak
biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun, dan ketika katarak sudah
sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuatpun tak akan mampu memperbaiki
penglihatan (Smeltzer,
2001).
Orang dengan katarak secara khas selalu
mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkelkan yang disebabkan
oleh cahaya yang salah arah. Misalnya ada yang mengatur ulang perabot rumahnya.
Sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka (Smeltzer, 2001).
D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah
struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing
baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yan
mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya
usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus.
Opasitas pada kapsul poterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna
seperti kristal salju (Smeltzer, 2001).
Perubahan fisik dan kimia
dalam lensa mengakibatkan hilangnya traansparansi. Perubahan dalam serabut
halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di
luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks
air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak (Smeltzer,
2001).
Katarak bisa terjaadi
bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes)
tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok,
dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama (Smeltzer,
2001).
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan visus dengan
kartu snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik serta menggunakan
pinhole
2. Pemeriksaan dengan slit
lamp untuk melihat segmen anterior
3. Tekanan intraocular (TIO)
diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz
4. Jika TIO dalam batas normal
(< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%.
setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat
serajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien.
a. Derajat 1 : nukleus lunak,
biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak sedikit kekeruhan dengan
warna agak keputihan. Refluks fundus masih mudah diperoleh. Usia penderitanya
biasanya kurang dari 50 tahun.
b. Derajat 2 : Nukleus dengan
kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12 – 6/30, tampak nucleus mulai
sedikit berawarna kekuningan. Refleks fundus masih mudah diperoleh dan paling
sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.
c. Derajat 3 : nukleus dengan
kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30 – 3/60, tampak nukleus berwarna
kuning disertai kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan
d. Derajat 4: nukleus keras,
biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak nukleus berwarna kuning kecoklatan.
Reflex fundus sulit dinilai
e. Derajat 5 ; nukleus sangat
keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih jelek. Usia penderita sudah di atas
65 tahun. Tampak nucleus berawarna kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak
ini sangat keras dan disebut juga sebagai Brunescence
cataract atau black cataract.
5. Pemeriksaan funduskopi jika
masih memungkinkan
6. Pemeriksaan penunjang : USG
untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata selain katarak
Pemeriksaan tambahan :
biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi katarak dan
retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi
F. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan
pembesaran laser. Namun, masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan
prosedur laser baru yang dapat digunakan untuk mencairkan lensa sebelum
dilakukan pengisapan keluar melalui kanula (Smeltzer, 2001).
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan reflaksi kuat
sampai titik dimana pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari, maka
penanganan biasanya konservatif. pentingnya di kaji efek katarak terhadap
kehidupan sehari-hari pasien. Mengkaji derajat gangguan fungsi sehari-hari,
seperti berdandan, ambulasi, aktifitas rekreasi, menyetir mobil, dan kemampuan
bekerja, sangat penting untuk menentukkan terapi mana yang paling cocok bagi
masing-masing penderita (Smeltzer,
2001).
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk
berkerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam
penglihatan yang terbaik dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi, bila
pandangan tajam mempengaruhi keamanan atau kwalitas hidup, atau bila
virsualisasi segmen posterior sangat perlu mengevalusi perkembangan berbagi
penyakit retina atau saraf optikus, seperti pada diabetes dan glaukoma (Smeltzer, 2001).
Pembedahan katarak adalah pembedahan yang sering dilakukan pada orang berusia
lebih dari 65. masa kini, katarak paling sering diangkat dengan anestesia lokal
berdasar pasien rawat jalan, meskipun pasien perlu dirawat bila ada indikasi
medis. Keberhasilan pengembalian penglihatan yang bermanfaat dapat dicapai pada
95% pasien (Smeltzer,
2001).
Pengamblian keputusan untuk menjalani pembedahan sangat individual
sifatnya. Dukungan finansial dan psikososial dan konsekuensi pembedahan harus
dievaluasi, karena sangat penting untuk penatalaksanaan pasien pasca operasi (Smeltzer, 2001).
Kebanyakan operasi dilakukan dengan anestesi lokal (retrobulbar atau
peribulbar), yang dapat mengimobilisasi mata. Obat penghilang cemas dapat
diberikan untuk mengatasi perasaan klaustreofobia sehubungan dengan graping
bedah. Anestesi umum diperlukan bagi yang tidak bisa menerima anestesi lokal,
yang tidak mampu bekerjasama dengan alasan fisik atau psikologis, atau yang
tidak berespon terhadap anestesi lokal (Smeltzer,
2001).
Ada dua macam teknik pembedahan tersedia untuk pengangkatan katarak:
ekstrasi intrakapsuler dan ekstrakapsuler. Indikasi intervensi bedah adalah
hilangnya penglihatan yang mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak
yang menyebabakan glaukoma atau mempengaruhi diagnosis dan terapi gangguan
okuler lain, seperti retinopatidiabetika (Smeltzer,
2001).
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Identitas
Berisi
nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan keterangan lain mengenai identitas
pasien. Pada pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada usia
di bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia
< 40 tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia sesudah 30-40
tahun, dan pasien dengan katark senilis terjadi pada usia > 40 tahun.
2.
Riwayat penyakit
sekarang
Merupakan
penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien dengan
katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan.
3.
Riwayat penyakit
dahulu
Adanya
riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM, hipertensi,
pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko
katarak.
4.
Aktifitas
Istirahat
Perubahan aktifitas
biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
5.
Neurosensori
Gangguan penglihatan kabur
atau tak jelas, sinar terang menyababkan silau dengan kehilangan bertahap
penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa
diruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya atau pelangi
di sekitar sinar, perubahan kacamata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan,
fotofobia ( glukoma akut ).
6.
Nyeri
/ Kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan /
mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, sakit kepala.
B. Penyimpangan KDM
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan
tindakan pembedahan, kemungkinan kegagalan penglihatan.
2. Gangguan persepsi sensori:
penglihatan berhubungan dengan penurunan fungsi organ visual.
3. Risiko tinggi terjadi
cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler, perdarahan intra
okuler, kehilangan vitreous
4. Nyeri berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah, pemberian tetes mata.
5. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
6. Risiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan prosedur bedah pengangkatan katarak
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar