Jumat, 02 Mei 2014

KATARAK

KATARAK

A.  Defenisi
Katarak adalah keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa (Ilyas, 2001).
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Doengoes, 2000).
Katarak adalah kekeruhan( bayangan seperti awan) pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur penglihatan kabur dan akhirnya tidak dapat menerima cahaya.( Barbara C,1996).
Katarak menyebabkan penglihatan  menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000)
Menurut Ilyas (2001) Katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.   Menurut umur penderita
a.    Katarak Kongenital, adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
b.    Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
c.    Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
1)    Stadium awal (insipien)
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
2)    Stadium imatur
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.
3)    Stadium matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.
4)    Stadium hipermatur
Katarak yang terjadi akibat korteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6) (katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik.


Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan Lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Bilik mata    depan
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut bilik     mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
(-)
(+)
(-)
+/-
Visus
(+)
<< 
<<< 
Penyulit
(-)
Glaukoma
(-)
Uveitis+glaukoma












d.    Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
e.    Katarak Brunesen.
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
2.   Berdasarkan penyebabnya
a.   Katarak toksika merupakan katarak yang terjadi akibat adanya pajanan dengan bahan kimia tertentu. Selain itu, katarak ini dapat juga terjadi karena penggunaan obat seperti kortikosteroid dan chlorpromazine.
b.   Katarak trauma adalah katarak yang terjadi akibat trauma baik karena trauma tumpul maupun tajam.penyebab kataraqk ini antara lain karena radiasi sinar –X, radioaktif, dan benda asing.
c.   Katarak komplikata (sekunder) adalah penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata
B.  Etiologi
Menurut Corwin (2000), berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain :
1.   Usia lanjut dan proses penuaan, biasanya dijumpai pada katarak senilis dikarenakan proses degenerasi atau kemunduran serat lensa.
2.   Kongenital sebagai akibat infeksi virus prenatal dan katarak developmental terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan sebagai akibat dari defek kongenital. Kedua bentuk ini mungkin disebabkan oleh faktor herediter, toksis, nutrisional, atau proses peradangan.
3.   Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya.  
4.   Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid). Contohnya terjadi pada katarak diabetika dikarenakan gangguan metabolisme tubuh secara umum dan retina sehingga mengakibatkan kelainan retina dan pembuluh-pembuluh darahnya. Diabetes akan mengakibatkan kelainan dan kerusakan pada retina.
5.   Trauma, contohnya terjadi pada katarak traumatika, seperti trauma tembus pada mata yang disebabkan oleh benda tajam atau tumpul, radiasi ( terpapar oleh sinar –X atau benda-benda radioaktif ).
C.  Manifestasi klinis
Katarak didiagnosa terutama dengan gejala subyektif. Biasanya, pasien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi. Temuan obyektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2001).
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyhilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun, dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuatpun tak akan mampu memperbaiki penglihatan (Smeltzer, 2001).
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya ada yang mengatur ulang perabot rumahnya. Sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka (Smeltzer, 2001).
D.  Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yan mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul poterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna seperti kristal salju (Smeltzer, 2001).
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya traansparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak (Smeltzer, 2001).
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal.  Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama (Smeltzer, 2001).
E. Pemeriksaan Diagnostik
1.  Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik serta menggunakan pinhole
2.  Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
3.  Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz
4.  Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien.
a.  Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks fundus masih mudah diperoleh. Usia penderitanya biasanya kurang dari 50 tahun.
b.  Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12 – 6/30, tampak nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan. Refleks fundus masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.
c.   Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30 – 3/60, tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan
d.  Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak nukleus berwarna kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai
e.  Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih jelek. Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berawarna kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak ini sangat keras dan disebut juga sebagai Brunescence cataract atau black cataract.
5.  Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan
6.  Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata selain katarak
Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi
F. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan pembesaran laser. Namun, masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan prosedur laser baru yang dapat digunakan untuk mencairkan lensa sebelum dilakukan pengisapan keluar melalui kanula (Smeltzer, 2001).
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan reflaksi kuat sampai titik dimana pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif. pentingnya di kaji efek katarak terhadap kehidupan sehari-hari pasien. Mengkaji derajat gangguan fungsi sehari-hari, seperti berdandan, ambulasi, aktifitas rekreasi, menyetir mobil, dan kemampuan bekerja, sangat penting untuk menentukkan terapi mana yang paling cocok bagi masing-masing penderita (Smeltzer, 2001).
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk berkerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi, bila pandangan tajam mempengaruhi keamanan atau kwalitas hidup, atau bila virsualisasi segmen posterior sangat perlu mengevalusi perkembangan berbagi penyakit retina atau saraf optikus, seperti pada diabetes dan glaukoma (Smeltzer, 2001).
Pembedahan katarak adalah pembedahan yang sering dilakukan pada orang berusia lebih dari 65. masa kini, katarak paling sering diangkat dengan anestesia lokal berdasar pasien rawat jalan, meskipun pasien perlu dirawat bila ada indikasi medis. Keberhasilan pengembalian penglihatan yang bermanfaat dapat dicapai pada 95% pasien (Smeltzer, 2001).
Pengamblian keputusan untuk menjalani pembedahan sangat individual sifatnya. Dukungan finansial dan psikososial dan konsekuensi pembedahan harus dievaluasi, karena sangat penting untuk penatalaksanaan pasien pasca operasi (Smeltzer, 2001).
Kebanyakan operasi dilakukan dengan anestesi lokal (retrobulbar atau peribulbar), yang dapat mengimobilisasi mata. Obat penghilang cemas dapat diberikan untuk mengatasi perasaan klaustreofobia sehubungan dengan graping bedah. Anestesi umum diperlukan bagi yang tidak bisa menerima anestesi lokal, yang tidak mampu bekerjasama dengan alasan fisik atau psikologis, atau yang tidak berespon terhadap anestesi lokal (Smeltzer, 2001).
Ada dua macam teknik pembedahan tersedia untuk pengangkatan katarak: ekstrasi intrakapsuler dan ekstrakapsuler. Indikasi intervensi bedah adalah hilangnya penglihatan yang mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak yang menyebabakan glaukoma atau mempengaruhi diagnosis dan terapi gangguan okuler lain, seperti retinopatidiabetika (Smeltzer, 2001).
ASUHAN KEPERAWATAN

A.  Pengkajian
1.    Identitas
Berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. Pada pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40 tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia sesudah 30-40 tahun, dan pasien dengan katark senilis terjadi pada usia > 40 tahun.
2.    Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien dengan katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan.
3.    Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.
4.    Aktifitas Istirahat
Perubahan aktifitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
5.    Neurosensori
Gangguan penglihatan kabur atau tak jelas, sinar terang menyababkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa diruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya atau pelangi di sekitar sinar, perubahan kacamata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotofobia ( glukoma akut ).
6.    Nyeri / Kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan / mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau   tekanan pada atau sekitar mata, sakit kepala.

B.  Penyimpangan KDM

















C.  Diagnosa Keperawatan     
1.    Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan, kemungkinan kegagalan penglihatan.
2.    Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan penurunan fungsi organ visual.
3.    Risiko tinggi terjadi cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler, perdarahan intra okuler, kehilangan vitreous
4.    Nyeri berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah, pemberian tetes mata.
5.    Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
6.    Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur bedah pengangkatan katarak
7.    Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar